“Cerpen-cerpen Eko Triono berupaya memberi nyawa pada sejumlah entitas yang selama ini tidak dianggap hidup. Kisah-kisahnya bergerak dengan napas-napas baharu yang bisa saja tak terduga, tak terencana, tak kasatmata....”
—Damhuri Muhammad, sastrawan, redaktur sastra Media Indonesia.
“Yang membuatnya kelihatan lebih rumit adalah penyisipan kalimat-kalimat yang kelihatan filosofis, juga adanya alusi kepada sebuah puisi yang dikenal serius, yaitu puisi karya Goenawan Mohamad: ‘Di kota itu, kata orang, gerimis sudah jadi logam’.”
—Prof. Dr. Faruk H.T., membahas “Agama Apa yang Pantas bagi Pohon-Pohon?”
Tiba-tiba kita saling bertanya:
benarkah di suatu kota, hujan dan gerimis dapat berubah menjadi logam? Dan hari akan bercadar, dan, kita benar akan sampai?
— Agama apa yang pantas bagi pohon-pohon?
Eko Triono tidak membiarkan pembacanya tenang. Ia bersengaja meninggalkan kegelisahan melalui tulisannya. Kisah-kisah dalam buku ini sebaiknya dinikmati secara utuh. Lalu tak apa jika kemudian kamu melamun. Karena….
Melamun bukan membuang waktu, melainkan menciptakan waktu;
menciptakan jeda untuk memeriksa apa yang sudah kita miliki
atau apa yang baru saja hilang,
baru saja pergi.
—Paradisa Apoda
Penulis | : | Eko Triono |
---|---|---|
Penerbit | : | Diva Press |
Tahun terbit | : | 2016 |
ISBN | : | 978-602-391-128-8 |
Halaman | : | 252 |