“Saya punya kecemburuan pada Mahbub. Bagaimana dia bisa menulis hingga orang tertawa, padahal isinya cukup serius? Kelebihan Mahbub pada kolom-kolomnya, yang belum tertandingi oleh siapa pun, ialah bahwa ia bisa mengatasi mempergunakan bahasa Indonesia dengan kecakapan seorang mime yang setingkat Marcel Marcau. Kata-kata, kalimat-kalimat, ia gerakkan dalam pelbagai perumpamaan yang tidak pernah membosankan karena selalu tak terduga.”—Goenawan Mohamad, sastrawan terkemuka Indonesia.
“Dia (Mahbub Djunaidi) adalah salah satu guruku menulis.” —Sujiwo Tejo, seniman dan budayawan.
“Mahbub adalah orang NU yang langka dan melampaui zamannya. Ia pejuang yang pintar menulis. Ciri khasnya, ia menulis sekali jadi. Hasilnya alamiah dan spontan.” —Prof. Dr. K.H. Chatibul Umam, pakar sastra dan sahabat karib Mahbub.
“Sungguh, sangat sulit mencari orang seperti Mahbub Djunaidi di masa ini. Sosok yang tak silau dengan kekuasaan dan kekayaan, justru ketika kesempatan itu terbuka luas.” —Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama RI.
“Gaya tulisan dan pemikirannya sangat menginspirasi. Harapan saya, generasi muda masa kini bisa meneladani dan mengambil manfaat dari pemikiran Mahbub Djunaidi.” —Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj, M.A., Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul ‘Ulama periode 2010–2020.
“Mahbub Djunaidi dibutuhkan dulu, apalagi kini dan nanti.” —Arswendo Atmowiloto, penulis dan wartawan Indonesia.
“Itulah Mahbub, yang dengan gaya tulisannya mampu mengubah tragedi menjadi komedi.” —Fariz Alniezar, kolumnis dan pendiri Omah Aksoro.
Penulis | : | Mahbub Djunaidi |
---|---|---|
Penerbit | : | Ircisod |
Tahun terbit | : | 2017 |
ISBN | : | 978-602-7696-33-4 |
Halaman | : | 480 |