Buku ini mengupas upaya diaspora Madura di Kalimantan Barat mereposisi peran mereka pascakonflik etnik 1997 dan 1999. Diaspora Madura, yang sering menghadapi stereotip dan stigma, memperkuat organisasi seperti IKBM untuk mengurangi kerentanan politisasi etnik. Mereka juga meningkatkan adaptasi budaya, kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan, serta mendirikan lembaga pendidikan, termasuk pesantren inklusif. Selain itu, IKBM bersama tokoh Dayak dan Melayu membentuk Perkumpulan Merah Putih (PMP), yang efektif mencegah konflik kriminal berkembang menjadi konflik etnik. Usaha ini memperkuat harmoni multikultural di Kalimantan Barat. Buku ini berpijak pada tiga narasi utama—resiliensi, strategi, dan transformasi—yang menggambarkan dinamika diaspora Madura pascakonflik. Resiliensi tampak dalam kemampuan mereka bangkit dari pengalaman traumatis dan beradaptasi secara konstruktif dengan lingkungan sosial baru. Aspek strategi muncul melalui langkah-langkah memperluas orientasi pendidikan, membangun SDM unggul, menolak stereotip etnik, dan mengembangkan organisasi untuk mendorong ruang publik yang lebih inklusif, moderat, dan toleran. Sementara itu, transformasi menandai lahirnya peran-peran baru diaspora Madura. Mereka mengembangkan budaya nirkekerasan, memperkuat tradisi berdagang yang lebih mapan, serta memasuki arena politik formal sebagai anggota legislatif dan eksekutif sehingga kini mereka tidak lagi berada di posisi tak terdengar. Mereka telah menjadi bagian penting dari upaya membangun masyarakat multikultural yang rukun, adil, dan berdaya.
| Penulis | : | Abdur Rozak |
|---|---|---|
| Penerbit | : | IRCiSoD |
| Tahun terbit | : | 2025 |
| ISBN | : | - |
| Halaman | : | 298 |