Begitu sampai Jakarta, seperti setiap kali sampai Jakarta, seolah-olah ada yang selalu meyakinkan aku: inilah dunia! Sibuk berputar dan bising bagai gasing. Kapan gasing ini berhenti berputar? Sibuk apa saja gerangan orang-orang ini yang hilir-mudik ke sana kemari seperti terburu-buru?
Manusia memang aneh. Meski mengaku hamba Tuhan, terus saja berperilaku seperti tuan. Mereka bilang menirukan firman Allah, Tuhan menciptakan kita semata-mata hanya untuk menyembahNya, sementara untuk urusan rezeki, Dialah yang menjamin. Namun rezeki yang sudah dijamin Tuhan diburu, penyembahan yang dituntut oleh-Nya diabaikan. ”ltulah politik,” kataku kepada istriku yang tampak bingung setelah mendengar ceritaku. ”Untung aku tidak tergiur ketika ada yang menawariku dan kamu ikut mendorong-dorongku untuk ikutan maju sebagai cawabup!"
Kumpulan cerpen yang ditulis dalam bentang waktu yang panjang hingga 2018 ini mencerminkan kedalaman, kepekaan, dan sekaligus kesederhanaan batin A. Mustofa Bisri (Gus Mus) dalam menangkap segala reallitas di sekelilingnya, realitas negeri ini. Sebagai kiai, budayawan, dan seniman, cerpen-cerpennya diramu dengan sangat apik dan utuh, sehingga siapa pun yang membacanya bakal terkesan ”diingatkan, dimomong” dengan penuh kasih sayang.
Buku ini sangat berharga untuk direnungkan oleh semua kita dan sangat berharga bagi khazanah sastra Indonesia.
Penulis | : | A. Mustofa Bisri |
---|---|---|
Penerbit | : | Diva Press |
Tahun terbit | : | 2018 |
ISBN | : | 978-602-391-634-4 |
Halaman | : | 132 |