Waringin Sungsang sangat dikenal sebagai ngelmu yang berhubungan dengan Sunan Kalijaga. Sayangnya, selama ini, ngelmu ini kerap dinarasikan sebagai ajian-ajian tertentu. Buku ini hadir untuk meluruskan stigma tersebut. Buku ini menjelaskan bahwa ngelmu ini sejatinya merupakan basis spiritual-kerakyatan masyarakat Jawa, khususnya di bagian selatan Jawa. Ia sama sekali tidak dipahami sebagai ajian-ajian mantra, sembur dan sebul, digdaya, dan kasekten.
Secara historis, melalui jaringan murid-murid Sunan Kalijagalah ngelmu Waringin Sungsang ini berkembang di tengah masyarakat. Sampai kepada masa Serat Centhini ditulis, ngelmu ini ditransmisikan dan diajarkan oleh jaringan murid-murid Sunan Kalijaga (Sunan Tembayat) melalui narasi dari Syekh Sekardelima, dan berbasiskan di Gunung Slamet.
Waringin Sungsang sejatinya adalah simbol, soal “pohon beringin yang akarnya di atas dan buah-daun-rantingnya di bumi”.
Tidak lain dengan nglemu ini Sunan Kalijaga dan jaringan murid-muridnya mensyiarkan dan mengajarkan kehadiran manusia Jawa secara terus-menerus terhubung kepada Dzat Yang Maha Hidup, sementara buah, ranting, dan dahannya membumi sebagai ejawantah untuk memperbaiki diri dan peradaban Jawa secara terus-menerus pula: bahwa Jawa tak pernah menyerah meskipun sistem politik berubah terus-menerus, yaitu potret Jawa yang cinta Kanjeng Nabi Muhammad Saw dalam segala perubahan zamannya.
Penulis | : | Nur Khalik Ridwan |
---|---|---|
Penerbit | : | IRCiSoD |
Tahun terbit | : | 2025 |
ISBN | : | - |
Halaman | : | 332 |