Dialog dengan Kiai Ali Yafie

Rp 55.000 20%
Rp. 44.000

“Jika kaum muslimin mengklaim agamanya sebagai agama yang shalihah li kulli zaman wa makan dan rahmatan lil ‘alamin,” tanya Renan, seorang sarjana Eropa terkemuka, kepada Syekh Muhammad Abduh, “maka tunjukkan kepadaku bukti empirisnya, negara mana?” Dan Muhammad Abduh tidak sanggup menjawab pertanyaan ini. Kenapa pasal? Ada sejumlah problem besar yang masih menghinggapi kaum muslimin hingga hari ini. Salah satunya, sumber-sumber pengetahuan keagamaan masih merupakan produk pemikiran atau ijtihad kaum muslim abad pertengahan dalam nuansa Arabia. Sementara, hidup terus bergulir, berubah, dan berganti. Dokumen aturan yang dibuat pada masa lalu secara tekstual dan rigid itu tak lagi maslahah (relevan) menghadapi realitas baru, bahkan bisa membebani dan menyulitkan. Lantas, apa jalan keluar bagi kemandekan kebudayaan bangsa-bangsa muslim tersebut? Jawabannya: menghidupkan cahaya akal. Mengapa harus akal? Andai kata tanpa akal, tutur Imam Ghazali, niscaya kenabian dan syariat (hukum-hukum agama) tidak dapat dipahami. Orang yang akal pikirannya tidak terbuka, maka ia hanya memahami agama dari kulitnya, bahkan berdasarkan khayalan dan sejenisnya (ilusi), bukan saripati dan substansinya. Selain tentang peran akal, banyak hal yang dibahas di buku yang memuat dialog Kiai Husein dengan Kiai Ali Yafie ini. Misalnya, tentang Pancasila dan ajaran Islam, HAM, Negara-Bangsa, dan lain sebagainya.

Rincian buku:

Penulis : K.H. Husein Muhammad
Penerbit : Ircisod
Tahun terbit : 2020
ISBN : 9786237378648
Halaman : 132

Buku Terkait


Jingga Gemilang
Rp 70.000 25%
Rp 52.500

Mua'rif
Rp 70.000 20%
Rp 56.000

Prof. Dr. Abu Yasid, M.A.,LL.M., dkk
Rp 80.000 25%
Rp 60.000

Agoes Noer Che
Rp 45.000 20%
Rp 36.000

Amin Maghfuri
Rp 64.000 20%
Rp 51.200

Arum Faiza
Rp 65.000 20%
Rp 52.000