Siapakah yang berkuasa menyebut seseorang dalam kondisi sehat atau sakit? Gagasan sederhana tersebut yang menjadi titik awal dari ide buku ini. Secara cermat dan tajam, kedua penulis berhasil mencelikkan mata publik terkait dominasi nalar instrumentalis dalam praktik kedokteran yang masih cenderung menempatkan pasien sebagai objek semata. Buku ini mengajak pembaca untuk bertualang dalam labirin tiga gagasan besar: tindakan komunikatif Habermas, genealogi rumah sakit Foucault, dan praktik wacana Fairclough. Buku yang penting dibaca oleh praktisi dan akademisi di bidang medis maupun sosial, dan siapa saja yang memimpikan praktik klinis sebagai ruang publik kesehatan yang egaliter. Selamat membaca! Dr. Fins Purnama Pengajar di FIKOM Unika Widya Mandala Surabaya Aku ‘Sehat’ Maka Aku ‘Ada’—modifikasi adagium milik Descartes ini menjadi pondasi penalaran yang digunakan para penulis untuk menunjukkan betapa esensialnya kesehatan bagi manusia; dan demikian wacana tentang kesehatan menjadi keniscayaan untuk diperbincangkan. Pembaca bisa jadi tidak setuju dengan pendapat penulis, tetapi akan mengakui bahwa argumen yang dibangun dalam buku ini sulit untuk dibantah; karena selain menghadirkan rujukan literatur, data sekunder, maupun hasil wawancara dengan narasumber yang kredibel, para penulis menunjukkan proses nalar yang logis dan ketat. Bagi pembaca, buku ini akan membuka cakrawala yang lebih luas dan memprovokasi diskusi yang lebih intens mengenai isu kesehatan. Sri Hastjarjo, S.Sos., Ph.D Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Penulis | : | Winanti Praptiningsih, St. Tri Guntur Narwaya |
---|---|---|
Penerbit | : | BASABASI |
Tahun terbit | : | 2023 |
ISBN | : | - |
Halaman | : | 344 |
Winanti Praptiningsih, St. Tri Guntur Narwaya
Rp 100.000 20%
Rp 80.000