“Wawasan Gus Dur sangat luar biasa. Mengagumkan. Pikiran-pikirannya melampaui zamannya. Gus Dur telah membaca banyak sekali ilmu pengetahuan, bukan hanya yang terdapat dalam “kitab-kitab kuning”, tetapi juga karya-karya intelektual dunia.” —KH. Husein Muhammad “Gus Dur sangat simpatik dan apresiatif kepada khazanah kebudayaan lokal. Gus Dur memasuki akar-akar kebudayaan yang ada, tetap merawat karakternya, sembari mencarikan titik-temunya dengan weltanschauung Islam.” —Edi AH Iyubenu Ini mungkin pertama kalinya Gus Dur diadili di luar “pengadilan” organisatoris. Pasalnya, beliau dianggap oleh publik sebagai sangat “berbahaya”, serta menjadi bahan stigmatisasi, cemooh, dan kecaman bahkan pemurtadan terhadapnya. Maka dalam perbincangan sejumlah kiai sepuh—antara lain, KH. Fuad Hasyim (Buntet Pesantren), KH. Ayip Usman (Kempek), Kiai Ibnu Ubaidillah, dan Kiai Chozin Nasuha, akhirnya muncul gagasan untuk mengundang Gus Dur pada pertemuan RMI Jawa Barat. Para ulama itu sepakat meminta Gus Dur untuk memberikan pengarahan dan pertanggungjawaban beliau atas pernyataan-pernyataan, pandangan-pandangan, dan langkah-langkahnya selama ini yang sangat menggelisahkan dan menggeramkan publik, termasuk para kiai, terutama dalam isu-isu keagamaan. Maret 1989, sidang “gugatan” itu berlangsung di Pondok Dar al-Tauhid, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat. Dihadiri oleh sekitar 200 kiai “penggugat”. Simaklah keseruan dialognya, aroma intelektualitasnya, di dalam buku bersejarah yang sangat fenomenal ini.
Penulis | : | RMI; editor, Munib Huda Muhammad |
---|---|---|
Penerbit | : | IRCiSoD |
Tahun terbit | : | 2020 |
ISBN | : | 978-623-6699-04-1 |
Halaman | : | 246 |