“Ketika berbicara tentang negara ideal, Al-Farabi menyatakan bahwa persyaratan penting yang harus dipenuhi oleh seorang penguasa, selain kemampuan berijtihad, ialah kemampuan untuk melakukan jihad. Kedua kemampuan ini dapat menentukan substansi negara dan penguasanya.” Prof. Dr. Azyumardi Azra, Guru Besar Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Al-Farabi, bersama Jabir bin Hayyan, Sufyan ats-Tsauri, Al-Ghazali, dan Ibnu Sina termasuk figur ilmuwan yang menguasai berbagai bidang ilmu. Menariknya, sebagai ilmuwan ternyata mereka juga menunjukkan diri sebagai sosok sufi.” Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj M.A., Guru Besar Ilmu Tasawuf Fakultas Ushuludin dan Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya. Di antara wacana menarik dan kerap kali diperbincangkan dalam kehidupan sosial-politik ialah adanya keinginan mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang beradab. Sebuah tatanan masyarakat yang egaliter dan berkeadilan. Keinginan untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang ideal ini muncul seiring kesadaran manusia untuk hidup berkelompok, sehingga tercipta menjadi negara. Al-Farabi hadir sebagai salah satu yang tidak boleh dilewatkan dalam wacana pembangunan negara yang ideal. Bertolak dari kehidupan ideal di Madinah pada masa Rasulullah Saw., Al-Farabi mengusulkan al-Madinah al-Fadilah dalam menyunggi kehendak dan cita-cita bersama. Baginya, negara yang baik ialah negara yang dipimpin oleh seorang bijaksana yang terlepas dari ketergantungan pada dunia. Lantas, bagaimanakah penjelasan utuh al-Madinah al-Fadilah yang dimaksud Al-Farabi? Bisakah bangsa Indonesia merefleksikan semangat al-Madinah al-Fadilah dalam konteks kekinian? Temukan jawabannya dalam buku ini. Selamat membaca!
Penulis | : | Dr. Moh Asy’ari Muthhar, M.Fil.I. |
---|---|---|
Penerbit | : | DIVA Press |
Tahun terbit | : | 2024 |
ISBN | : | - |
Halaman | : | 448 |