Studi mengenai komik tentu sudah banyak dilakukan, karena banyak aspek dari komik yang memang menarik untuk dikaji. Komik, menurut Inge (1990: xvii–xviii), tidak saja mengandung nilai sosial budaya yang penting, tetapi juga merupakan suatu bentuk ekspresi kreatif yang terpisah dengan bentuk seni yang lain. Barker (1989) bahkan percaya bahwa komik, seperti juga bentuk media massa lainnya, bisa membawa ideologi dan memengaruhi ideologi pembacanya. Studi yang dilakukan oleh Dorfman dan Mattelart (1968) terhadap komik Disney menunjukkan bagaimana komik ini menjadi imperialisme modern terhadap pemikiran orang. Dikatakannya, kapitalisme Amerika harus membujuk agar bangsa-bangsa yang didominasi percaya bahwa “gaya hidup ala Amerika” adalah yang mereka inginkan, bahwa superioritas Amerika adalah hal yang wajar dan untuk kepentingan semua orang. Dengan pendekatan teori dekonstruksi, Dorfman dan Mattelart menganalisis bagaimana dalam komik Donald Duck, tokoh Paman Gober (Uncle Scrooge) yang kaya dan suka sekali mengeksploitasi Donal dan tiga keponakannya, Kwik, Kwek, dan Kwak (Huey, Dewey, dan Louie) untuk semakin memperkaya dirinya dan dengan kekikiran yang tidak manusiawi merupakan gambaran imperialisme Barat terhadap bangsa-bangsa dunia ketiga (Barker, 1989: 279–299). Buku di tangan membaca ini mengkaji terjemahan (Inggris–Indonesia) humor dalam komik Walt Disney, Donald Duck, dari perspektif pragmatik. Buku ini memfokuskan pada humornya. Fokus pada humor dipilih karena belum banyak studi penerjemahan yang mengkaji humor. Vandaele (1994) bahkan menyatakan bahwa literatur tentang penerjemahan humor hampir-hampir tidak ada. Dengan demikian, pengkajian penerjemahan yang berfokus pada humor ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bermakna bagi perkembangan ilmu di bidang penerjemahan. Selain karena alasan kelangkaan kajian penerjemahan humor, pemilihan humor sebagai fokus kajian dalam studi buku ini juga didasari pertimbangan bahwa komik ini sarat dengan humor, dan humor adalah sesuatu yang sering kali sulit diterjemahkan. Chiaro (1992: 84–85) bahkan menyatakan kesulitan menerjemahkan humor setara dengan menerjemahkan karya sastra, khususnya puisi. Karena menerjemahkan humor itu sulit, menarik kiranya untuk mengkaji bagaimana keberhasilan penerjemah dalam menerjemahkan humor; apakah kelucuan humor dapat dipertahankan dalam terjemahannya? Secara spesifik, buku ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang keterkaitan antara teknik penerjemahan yang dipilih dengan keakuratan pengalihan makna dan pesan humor; keterkaitan antara teknik penerjemahan yang dipilih dengan pergeseran pola pelanggaran maksim kerja sama dan ketersampaian pesan humor; keterkaitan antara teknik penerjemahan yang dipilih dengan kesepadanan pragmatis antara teks sumber dan teks sasaran; dan keterkaitan antara penilaian pakar bahasa dengan penilaian yang dilakukan oleh pembaca sasaran dan orang tua pembaca sasaran.
Penulis | : | Issy Yuliasri |
---|---|---|
Penerbit | : | DIVA Press |
Tahun terbit | : | 2023 |
ISBN | : | - |
Halaman | : | 272 |