Mengapa umat manusia begitu terobsesi pada kebahagiaan? Petunjuk-petunjuk evolusioner memberikan bukti tak terbantahkan bahwa dorongan untuk mencapai kebahagiaan merupakan cerminan yang sangat dekat dari pergulatan panjang umat manusia dalam mengatasai berbagai jenis situasi penderitaan. Sejak periode Yunani kuno hingga sekarang, hampir tidak kita temukan definisi apa pun tentang kebahagiaan yang tidak berangkat dari permenungan mendalam atas kondisi-kondisi tersebut. Berbeda dengan pengertian modern yang mengontraskan antara kebahagiaan dan ketidakbahagiaan, orang-orang kuno tidak terobsesi dengan hubungan yang antagonistik ini, karena menurut mereka kebahagiaan tidak dicapai melulu lewat “pemenuhan hasrat-hasrat ragawi” melainkan lebih tentang bagaimana “menjalani kehidupan yang baik”. Gejala-gejala perburuan kebahagiaan, meminjam perspektif penulis buku ini, yang dilakukan oleh orang-orang modern melalui aktivitas-aktivitas yang teramati seperti liburan ke tempat yang jauh, menyewa konsultan pribadi, mempertahankan kehormatan dan kemakmuran, bahkan mengonsumsi obat-obatan, dan lain-lain, terjadi karena manusia modern telah kehilangan kontak dengan tradisi-tradisi lama yang merupakan sumber hakiki kebahagiaan. Dengan memilih dua tokoh besar dalam sejarah keagamaan masing-masing, al-Ghazali dan Thomas Aquinas, penulis mengajak kita melakukan tamasya intelektual-religius untuk menikmati panorama kebijaksanaan yang telah dibentangkan oleh kedua tokoh itu. Afthonul Afif Penerjemah
Penulis | : | Richard Schoch |
---|---|---|
Penerbit | : | Basabasi |
Tahun terbit | : | 2023 |
ISBN | : | - |
Halaman | : | 88 |