Mohon Maaf Stok Kosong
Kita menyembah dan mengabdi kepada Allah dalam sembahyang kita, dalam puasa kita, dalam zakat kita, dalam haji kita, dalam pergaulan rumah tangga dengan anak-istri kita, dalam pergaulan kemasyarakatan dengan tetangga dan sesama, pendek kata dalam segala gerak-langkah hidup kita.
Namun sayang, sering kali kita, bukan saja membatasi penyembahan dan pengabdian dalam ritus-ritus khusus seperti itu, bahkan dengan itu kita masih pula mendangkalkannya dalam pengertian fiqhi-nya yang lahiriah. Gerak-laku kita di dalamnya sering kali hanya sekadar gerak-laku rutin yang kosong makna.
Dari sinilah agaknya bermula ungkapan dikotomis yang sungguh tidak menguntungkan bagi kehidupan beragama di kalangan kaum Muslim, yaitu ungkapan tentang adanya kesalehan ritual di satu pihak dan kesalehan sosial di pihak yang lain. Padahal kesalehan dalam Islam hanya satu, yaitu kesalehan muttaqi (hamba yang bertakwa), atau dengan istilah lain, mukmin yang beramal saleh. Kesalehan yang mencakup sekaligus ritual dan sosial.
“Gus Mus adalah pendekar kehidupan yang bukan sekadar sanggup
menemukan ketenteraman dalam kecemasan,
menggali kebahagiaan dari jurang derita,
atau menikmati kekayaan di dalam kemiskinan.
Lebih dari itu Gus Mus bahkan mampu membuat kegelapan itu tak ada,
karena yang ada pada beliau, dan bahkan beliaunya itu sendiri: adalah cahaya. "
Emha Ainun Nadjib [Budayawan]
Penulis | : | Gus Mus |
---|---|---|
Penerbit | : | Diva Press |
Tahun terbit | : | 2016 |
ISBN | : | 978-602-279-203-1 |
Halaman | : | 204 |
Mojdeh Bayat & Muhammad Ali Jamnia
Rp 60.000 25%
Rp 45.000