“Pada dasarnya, Allah Ta’ala adalah satu-satunya pihak yang wajib ditaati aturan-aturan-Nya. Akan tetapi ada beberapa pihak di mana Allah mewajibkan kita menaati aturan-aturan mereka, yaitu Rasul Allah dan Ulil Amri. Allah juga mewajibkan kita menaati segala aturan dan ketentuan yang merupakan hasil kesepakatan. Namun, kewajiban taat kepada Ulil Amri dan menaati hasil kesepakatan disyaratkan tidak bertentangan dengan aturan Allah dan Rasul Allah. Maka, seseorang tidak menjadi muslim yang sesungguhnya kecuali bila menaati aturan-aturan Allah yang dibumikan melalui Rasul Allah dan aturan-aturan produk manusia yang tidak bertentangan dengan aturan Allah. Termasuk bagian ini adalah undang-undang dan peraturan lalu lintas. Jadi, muslim yang baik pasti menjadi warga negara yang baik.” Kiai Afifuddin Muhajir, ulama dan pakar ushul fikih Indonesia. Kata-kata ini sangat menusuk hati-rohaniku: “Shalatmu berlipat rakaat, shalawatmu tidak terhitung, wiridmu sangat banyak, sujudmu sangat lama, tapi akhlakmu di jalan raya sangat tercela. Sebetulnya, ada masalah apa antara dirimu dengan agamamu?” Sangat benar, sangat based on naqli sekaligus aqli. Luar biasa! Jika bukan wali, yakni wali jalan raya cum Titos Du Polo, bagaimana mungkin kata-kata tersebut sangat perkasa nyapsap menusuk hati-rohani? Edi AH Iyubenu, penulis yang tahu kewalian Kiai Faizi.
Penulis | : | M. Faizi |
---|---|---|
Penerbit | : | DIVA Press |
Tahun terbit | : | 2024 |
ISBN | : | - |
Halaman | : | 158 |