Humor tidak selalu memerlukan bahasa. Gerak dan simbol bisa juga menjadi lelucon. Bagi sebagian besar manusia, lelucon adalah obat karena bisa membuat orang tersenyum dan gembira. Buku Ulama Nahwu Garis Lucu karya Musyfiqur Rahman ini banyak mengisahkan peristiwa kocak yang disebabkan “keseleo bahasa”. Tiap orang punya selera humor yang berbeda. Itu sah dan dijamin hak asasi. Dari buku ini, kita belajar untuk tidak memaksakan orang lain tertawa. Dan yang lebih lucu lagi, jika setelah membeli buku ini, Anda mau mengembalikannya ke penerbit dan meminta uang kembali—padahal selama membaca buku ini, Anda selalu tersenyum—maka Anda bisa dituntut, tapi pasalnya belum dibuat. Jadi Anda boleh tetap tersenyum karena Anda luput dari jeratan hukum. Namun, saya ingatkan, meskipun tersenyum dan tertawa itu menyehatkan, tetap hati-hati, jangan sampai di akhirat Anda malah menangis. Hehe. KH. D. Zawawi Imron, ulama dan budayawan asal Madura. Ilmu Nahwu yang terkesan kaku dan serius ternyata menyimpan banyak kisah lucu yang mengundang tawa. Kelucuan ini muncul bisa karena kesalahan berbahasa, kesalahpahaman antar lawan bicara, atau sebab kethengilan ahli bahasa. Kisah-kisah lucu dalam buku Musyfiqur Rahman ini secara ilmiah memiliki rujukan yang jelas dari beberapa sumber literatur berbahasa Arab. Tidak mudah mengalihbahasakan sebuah kelucuan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Karena salah dalam penerjemahan, bisa-bisa kelucuannya akan hilang. Begitu pula dalam pemilihan diksi, jika tidak pandai bisa-bisa tertawa Anda akan terlambat. Saya sudah berulang kali membaca buku ini tapi tetap saja lucu. Sehingga Anda tidak perlu khawatir untuk terlambat tertawa atau bahkan gagal tertawa. Selamat tertawa! Achmad Atho'illah Fathoni, leksikograf dan pecinta bahasa & sastra Arab
Penulis | : | Musyfiqur Rahman |
---|---|---|
Penerbit | : | DIVA Press |
Tahun terbit | : | 2023 |
ISBN | : | 978-623-189-286-7 |
Halaman | : | 212 |