Seketika seseorang mengenakan pakaian ihram—melambangkan kain kafan, simbol kematian—berarti ia telah siap menghadap Ilahi, dalam arti siap mati, yakni mematikan segala yang mematikan hati untuk hidup dalam bimbingan dan tuntunan Ilahi, mematikan segala yang menghalangi hubungannya dengan Allah, bahkan mematikan harapan untuk kembali ke kampung halaman. Namun, jika Allah masih menghendakinya kembali ke kampung halaman dan menjalani kehidupan di dunia ini, ia akan kembali seperti bayi: dirinya-yang-dulu beserta masa lalunya telah sirna dan selanjutnya menjadi manusia-baru, dengan kehidupan yang baru. Tiap orang yang telah menunaikan haji niscaya akan senantiasa melakukan pembaruan, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan manusia dan alam. Hidupnya semestinya menjadi lebih bermakna, baik bagi diri sendiri maupun sesama. Seseorang yang telah menunaikan haji tidak mengalami pembaruan dalam hidupnya, selayaknya membuka-diri untuk melakukan koreksi: “Apakah ia benar-benar telah menunaikan haji? Apakah hajinya diterima oleh Allah (maqb?l) dan diganjar dengan sebaik-baik pahala (mabrur) ataukah ditolak olehNya (mardud)? Sampai di sini, ia harus berhenti, mengaca dengan kejernihan: ke-haji-annya mesti ditinjau ulang, siapa tahu ia harus mengulang. Buku ini merupakan sepercik usaha untuk membantu siapa saja yang tidak ingin hajinya sia-sia dan meraih haji yang diterima dengan ridha olehNya (mabrur). Berangkat dari hati, buku ini mengajak pembaca untuk menempuh perjalanan haji di bawah tuntunan Rasulullah dan mencapai tujuan haji yang hakiki, yakni ridha Ilahi.
Penulis | : | M. Sadat Ismail |
---|---|---|
Penerbit | : | DIVA Press |
Tahun terbit | : | 2019 |
ISBN | : | 978-602-391-818-8 |
Halaman | : | 330 |